Ketika seseorang mengucap kata ”sukses”, maka hal pertama yang terbesit dalam benak kita adalah hasil kerja keras serta jerih payah seseorang dalam menggapai titik puncak keberhasilannya. Keyakinan ini biasa disebut sebagai kepercayaan meritokrasi; kepercayaan dimana kesuksesan didefinisikan sebagai buah dari kerja keras dan bakat, bukan karena modal kelas sosial yang lebih tinggi. Namun faktanya, tidak semua orang mengalami kepercayaan meritrokrasi tersebut, sebagian dari mereka mencapai kesuksesannya dengan tumpangan transportasi yang biasa disebut privilege dan relasi ’orang dalam’.
Setiap manusia lahir dengan stereotip, bakat, serta latar belakang yang berbeda-beda. Hal tersebut lantas menghantarkan mereka ke titik kesuksesan yang berbeda pula. Namun tidak adil rasanya hanya menilai atau mengklaim kesuksesan seseorang melalui sudut pandang standar yang sama, sementara sebagian orang mendapat kesempatan mencapai standar kesuksesan ’kata orang’ ini dengan lebih mudah dibanding sebagian lainnya lantaran mereka memiliki privilege dan ‘orang dalam’?
Lantas apa sukses yang sesungguhnya itu?
KH. Hasan Abdullah Sahal, selaku pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor pernah berkata“Kalau kamu hanya lulus S1, semester 1, semester 2 S1, S2, S3, profesor jadi dosen, punya anak, punya istri, punya kedudukan dekan atau rektor, lantas bisa ini, hanya sampai itu…MURAH!, kalau seperti itu Ahmad Sahal, Fananie, Zarkasyinda usah dirikan pondok, rektornya nda usah Profesor Hamid Fahmi. Kita harus mencetak insan-insan yang menjadi liyundziru qoumahum, yang akan mengajar, mendidik, mentraining presiden, wakil rakyat, menjadi mundzir-mundzir mereka itu, untuk mencetak mundzir-mundzir mereka itu, bukan hanya untuk–halah jadi profesor, didatangi mahasiswa-mahasiswa, diskusi..halah MURAH MURAH MURAH MURAH!. Sampaikan pada khalayak ramai, saya tidak mengatakan profesor itu jelek. Liyundziru qoumahum ini Qur’an ini bukan saya, liyundziru qoumahum idza raja’u ilaihim. Lah iya mikirnya anak, bojo, babang, nguyah, sentir, bayem, leng ngono wae tamatan SD iso, lah betul tidak? lah iya, astagfirullahaladzim”
Dari perkataan beliau kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya kesuksesan tidak hanya sekadar menamatkan S1, S2, S3, mendapat kedudukan dan berkeluarga saja, melainkan sukses mencetak, mengajar, serta mendidik insan-insan yang menjadi liyundziru qoumahum.
Adapun Yayasan Sasmita Jaya memiliki tujuan “Mewujudkan suatu sarana pendidikan yang murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa melupakan kualitas dari pendidikan itu sendiri”. Oleh sebab itu, Universitas Pamulang tegak lurus dalam mengangkat tenaga pengajar dan staff administrasi yang berkompeten di bidangnya, serta memaksimalkan pengembangan di bidang kurikulum yang telah disesuaikan dengan tuntutan dunia kerja, sehingga seluruh lulusan Universitas Pamulang dapat diterima dengan baik di seluruh lapangan pekerjaan, menyediakan berbagai macam fasilitas seperti laboratorium dan perpustakaan untuk menunjang kegiatan perkuliahan, menyelenggarakan biaya pendidikan yang murah agar semua lapisan masyarakat di Indonesia dapat menikmati pendidikan di bangku kuliah. Karena dengan terdidiknya seluruh lapisan masyarakat Indonesia, secara otomatis akan menurunkan tingkat kebodohan dan kemiskinan serta meningkatkan daya jual dan harga diri masyarakat Indonesia.
Dari tujuan tersebut dapat dipahami bahwa UNPAM tidak sekedar mendidik alumninya untuk menjadi seseorang yang sukses bagi dirinya saja, melainkan sukses menjadikan semua lapisan masyarakat terdidik, meningkatkan daya jual dan harga diri masyarakat Indonesia.
Adapun keberhasilan UNPAM dapat kita lihat di salah satu daerah di Tangerang Selatan, tepatnya kecamatan Benda Baru, Alumni Universitas Pamulang Tahun 2015, Fakultas Kejuruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan PPKN bernama Retnowati Budiastuti S. Pd yang telah sukses meraih cita-cita yang diinginkannya sekaligus meneruskan tujuan dan harapan dari Universitas Pamulang dengan mendirikan Anugerah Bimbel–Lembaga Pendidikan yang didirikan agar masyarakat dapat mendapatkan pendidikan yang sama baik yang mampu maupun tidak.
(Sumber: Dokument Pribadi)
“Saya memilih mendirikan Anugerah Bimbel dengan bayaran yang terjangkau (semampunya masyarakat tersebut), agar semua lapisan masyarakat bisa mendapat pendidikan yang sama sekalipun orang yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya, terutama di sekolah TK, membantu anak-anak jenjang SD, SMP, SMA sederajat yang kurang memahami pelajaran di sekolah mereka, intinya mencerdaskan kehidupan bangsa”, Ucapnya saat diwawancarai di kediamannya di Kecamatan Benda Baru pada Rabu, 31 Januari 2024 lalu.
Retnowati atau yang kerap disapa Ibu Tuti telah mendirikan Anugerah Bimbel selama 12 tahun tepatnya di tahun 2012 saat beliau masih menjadi mahasiswa di UNPAM. Lahir dari keluarga yang sederhana dengan segala keterbatasan fasilitas tidaklah menjadi halangan bagi Ibu Tuti untuk terus menjalankan cita-cita mulianya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Pernah ada murid saya yang ditanya oleh teman dan guru disekolahnya, kamu kok pinter sih? siapa yang ngajarin?, lalu murid saya tersebut menjawab dengan bangganya, iya dong soalnya saya les sama Bu Tuti di Anugerah Bimbel, saya merasa terharu sampai murid saya berujar, tapi bu saya bingung bu jawab apa waktu ditanya teman dan guru saya dimana letak gedung Anugerah Bimbel?, saya merasa amat bersalah lantaran belum mampu memberikan fasilitas yang memadai untuk murid saya sebab tidak adanya biaya untuk membuat gedung, saya mengajar mereka di depan teras rumah adik saya atau ibu saya lantaran rumah yang saya sewa sendiri tidak cukup untuk menampung murid-murid saya, lantas saya berkata kepada anak didik saya, bilang saja tempat les saya
letaknya diatas bumi, dibawah langit, berpindah-pindah sesuai tempat tinggal guru saya, karena memang itulah keadaannya”, Ujarnya.
“Dulu waktu awal mendirikan Anugerah Bimbel banyak wali murid yang anaknya tidak TK, langsung didaftarkan ke SD karena tidak adanya biaya, sehingga banyak yang kesulitan untuk memahami pelajaran karena belum bisa calistung (baca, tulis, hitung), namun alhamdulillah kini anak-anak yang saya didik dari generasi ke generasi selama 12 tahun ini sebelum TK sudah mampu calistung dengan baik, begitupula yang jenjang SD sampai SMA mereka dapat mencapai prestasi di sekolah yaitu peringkat 10 besar disekolahnya”, sambung beliau.
Dari beliau kita dapat mengetahui bahwasanya UNPAM berhasil mendidik alumninya, tidak hanya itu, UNPAM juga sukses mendidik 12 generasi melalui satu uluran tangan alumninya, UNPAM succeeded in blooming lotus in the mud, making it beneficial for the surrounding environment, changing the ecosystem for the better.
Dari sini dapat dipelajari bahwa sukses itu relatif. Setiap orang memiliki garis start dan finish yang berbeda, maka tidaklah patut untuk membandingkan apalagi menghakimi jalan dan finish kesuksesan satu sama lain. Yang harus dilakukan adalah just focus on our selves. Setiap individu memiliki kecakapannya masing-masing, setiap jiwa memiliki keelokannya masing-masing, percaya dirilah kawan!, jika seseorang menghakimimu untuk meraih kesuksesan berdasarkan stereotipnya saja tanpa mempertimbangkan latar belakang dan keinginanmu, sehingga memaksamu memenuhi keinginannya, tanyakan pada dirimu apakah kamu seorang manusia yang memiliki Hak Asasi Manusia atau seorang robot pemenuh keinginan ‘kata orang’ semata?
Semoga tulisan ini bermanfaat! by. Amr
Daftar Pustaka
Arsendy, S. (2020, Juni
23). Mengapa orang Indonesia merasa kunci sukses seseorang ada pada ikhtiar dan bukan latar kelas sosialnya? Retrieved Februari 01, 2024, from https://theconversation.com/mengapa-orang-indonesia-merasa-kunci-sukses-seseorang-ada-pada-ikhtiar-dan-bukan-latar-kelas-sosialnya-140355#:~:text= Keyakinan%20ini%20biasa%20disebut%20sebagai%20kepercayaan%20meritokrasi%3B%20kesuksesan,tetap%20terlihat%20do
Gontor, B. (Director). (2023). Pesan
KH. Hasan Abdullah Sahal Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor [MotionPicture]. Denmark. Retrieved Februari 2, 2024, fromhttps://youtu.be/_1OiOVySxOs?feature=sharedhttps://unpam.ac.id/sejarah/.
Pd., R. B. (2024, Januari 31). Jadilah sukses yang dibutuhkan, bukan sukses kata orang. (AS, Interviewer